A.
Konsep
dasar medis
1.
Pengertian
Hipoglikemia merupakan salah satu kegawatan diabetic yang
mengancam, sebagai akibat dari menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg/dl.
Adapun batasan hipoglikemia adalah:
·
Hipoglikemia murni
: ada gejala hipoglikemi , glukosa darah < 60 mg/dl
·
Reaksi hipoglikemia
: gejala hipoglikemi bila gula darah turun mendadak, misalnya dari 400 mg/dl
menjadi 150 mg/dl
·
Koma hipoglikemi :
koma akibat gula darah < 30 mg/dl
·
Hipoglikemi reaktif
: gejala hipoglikemi yang terjadi 3-5 jam sesudah makan
2.
Anatomi fisiologi
·
Pengaturan Kadar
Glukosa Darah
Peristiwa glukoneogenesis berperan penting dalam
penyediaan energi bagi kebutuhan tubuh , khususnya sistem saraf dan peredaran
darah (eritrosit). Kegagalan glukoneogenesis berakibat FATAL, yaitu terjadinya
DISFUNGSI OTAK yang berakibat KOMA dan kematian. Hal ini terjadi bilamana kadar
glukosa darah berada di bawah nilai kristis. Nilai normal loboratoris dari
glukosa dalam darah ialah : 65-110 ml/dl atau 3.6-6.1 mmol/L. Setelah
penyerapan makanan kadar glukosa darah pada manusia berkisar antara 4.5-5.5
mmol/L. Jika orang tersebut makan karbohidrat kadarnya akan naik menjadi
sekitar 6.5-7.2 mmol/L. Saat puasa kadar glukosa darah turun berkisar 3.3-3.9
mmol/L.
Pengaturan kadar glukosa darah dilakukan melalui mekanisme
metabolik dan hormonal. Pengaturan tersebut termasuk bagian dari homeostatik.
Aktivitas metabolik yang mengatur kadar glukosa darah dipengaruhi oleh berbagai
faktor antara lain :
(1) Mutu dan jumlah glikokisis dan glukoneogenesis,
(2) Aktivitas enzim-enzim, seperti glokukinase dan
heksokinase.
Hormon penting
yang memainkan peranan sentral dalam pengaturan kadar glukosa darah adalah
insulin. Insulin dihasikan dari sel-sel b dari pulau –pulau langerhans pankreas
dan disekresikan langsung ke dalam darah sebagai reaksi langsung bila keadaan
hiperglikemia.
Proses pelepasan insulin dari sel B pulau langerhans
Pankreas dijelaskan sebagai berikut :
·
Glukosa dengan
bebas dapat memasuki sel-sel B langerhans karena adanya Transporter glut 2.
Glukosa kemudian difosforilasi oleh enzim glukokinase yang kadarnya tinggi.
Konsentrasi glukosa darah mempengaruhi kecepatan pembentukan ATP dari proses glikolisis,
glukoneogenesis, siklus kreb dan Electron Transport System di mitokondria.
·
Peningkatan produksi
ATP akan menghambat pompa kalium (K+pump) sehingga membran dan mendorong
terjadinya eksositosis insulin. Selanjutnya insulin dibawa darah dan mengubah
glukosa yang kadarnya tinggi menjadi glikogen.
·
Enzim yang kerjanya
berlawanan dengan insulin adalah glukoagon. Glukoagon dihasilkan sel-sel A
langerhans pankreas. Sekresi hormon ini distimulasi oleh keadaan hipoglikemia.
Bila glukoagon yang dibawa darah sampai di hepar maka akan mengaktifkan kerja
enzim fosforilase sehingga
mendorong terjadinya glukoneogenesis.
3.
Etiologi
·
Overdosis insulin
·
Penggunaan sulfonylurea
·
Aktivitas fisik yang
berat
·
Keterlambatan makanan
·
Puasa
·
Kegagalan ginjal, hati,
alcohol
·
Penurunan respon
hormonal (adrenergik)
4.
Patofisiologi
Seperti sebagian besar jaringan lainnya, matabolisme otak terutama
bergantung pada glukosa untuk digunakan sebagai bahan bakar. Saat jumlah
glukosa terbatas, otak dapat memperoleh glukosa dari penyimpanan glikogen di
astrosit, namun itu dipakai dalam beberapa menit saja. Untuk melakukan kerja
yang begitu banyak, otak sangat tergantung pada suplai glukosa secara terus
menerus dari darah ke dalam jaringan interstitial dalam system saraf pusat dan
saraf-saraf di dalam system saraf tersebut.
Oleh karena itu, jika jumlah glukosa yang di suplai oleh darah menurun,
maka akan mempengaruhi juga kerja otak. Pada kebanyakan kasus, penurunan mental
seseorang telah dapat dilihat ketika gula darahnya menurun hingga di bawah 65
mg/dl (3.6 mM). Saat kadar glukosa darah menurun hingga di bawah 10 mg/dl (0.55
mM), sebagian besar neuron menjadi tidak berfungsi sehingga dapat menghasilkan
koma.
5.
Manifestasi klinis
Gejala-gejala hipoglikemia terdiri dari dua fase, yaitu :
a.
Fase I : gejala-gejala akibat aktivasi pusat
otonom di hipotalamus sehingga hormon epinefrin masih dilepaskan. Gejala awal
ini merupakan peringatan karena saat itu pasien masih sadar sehingga dapat di
ambil tindakan yang perlu untuk mengatasi hipoglikemia lanjut.
b.
Fase II : gejala-gejala yang terjadi akibat mulai
terganggunya fungsi otak, karena itu dinamakan gejala neurologis.
Pada
awalnya tubuh memberikan respon terhadap rendahnya kadar gula darah dengan
melepasakan epinefrin (adrenalin) dari kelenjar adrenal dan beberapa ujung
saraf. Epinefrin merangsang pelepasan gula dari cadangan tubuh tetapi
jugamenyebabkan gejala yang menyerupai serangan kecemasan (berkeringat,
kegelisahan, gemetaran, pingsan, jantung berdebar-debar dan kadang rasa lapar).
Hipoglikemia yang lebih berat menyebabkan berkurangnya glukosa ke otak dan
menyebabkan pusing, bingung, lelah, lemah, sakit kepala, perilaku yang tidak
biasa, tidak mampu berkonsentrasi, gangguan penglihatan, kejang dan koma.
Hipoglikemia yang berlangsung lama bisa menyebabkan kerusakan otak yang
permanen. Gejala yang menyerupai kecemasan maupun gangguan fungsi otak bisa
terjadi secara perlahan maupun secara tiba-tiba. Hal ini paling sering terjadi
pada orang yang memakai insulin atau obat hipoglikemik per-oral. Pada penderita
tumor pankreas penghasil insulin, gejalanya terjadi pada pagi hari setelah
puasa semalaman, terutama jika cadangan gula darah habis karena melakukan olah
raga sebelum sarapan pagi. Pada mulanya hanya terjadi serangan hipoglikemia
sewaktu-waktu, tetapi lama-lama serangan lebih sering terjadi dan lebih berat.
6.
Pemeriksaan
diagnostik
v
Prosedur khusus: Untuk hipoglikemia reaktif tes
toleransi glukosa postpradial oral 5 jam menunjukkan glukosa serum <50 mg/dl setelah 5 jam.
v
Pengawasan di tempat tidur: peningkatan tekanan darah.
v
Pemeriksaan laboratorium: glukosa serum <50 mg/dl,
spesimen urin dua kali negatif terhadap glukosa.
v EKG: Takikardia.
7. Penatalaksanaan
Untuk terapi hipoglikemik adalah sebagai berikut :
a.
Hipoglikemi
·
Beri pisang/ roti/
karbohidrat lain, bila gagal
·
Beri teh gula, bila
gagal tetesi gula kental atau madu dibawah lidah.
b.
Koma hipoglikemik
·
Injeksi glukosa 40%
IV 25ml, infus glukosa 10%, bila belum sadar dapat diulang setiap ½ jam sampai
sadar (maksimum 6x), bila gagal
·
Beri injeksi
efedrin bila tidak ada kontraindikasi jantung dll 25-50 mg atau injeksi
glukagon 1mg/IM, setelah gula darah stabil, infus glukosa 10% dilepas bertahap
dengan glukosa 5% stop.
B.
Asuhan keperawatan gawat darurat
A. Pengkajian
a) Airway
(jalan napas)
Kaji
adanya sumbatan jalan napas. Terjadi karena adanya penurunan kesadaran/koma
sebagai akibat dari gangguan transport oksigen ke otak.
Diagnosa keperawatan :
Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d adanya
benda asing
Intervensi :
Ø Kaji
adanya sumbatan jalan napas (lidah jatuh ke belakang,
sputum) sehubungan dengan penurunan kesadaran
R/
adanya sumbatan mempengaruhi proses respirasi
Ø Kaji
frekuensi, kedalaman pernapasan
R/ Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan
Ø
Kaji atau awasi
secara rutin kulit dan warna membrane mukosa.
R/ sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat
sekitar bibir atau daun telinga). Keabu-abuan dan sianosis sentral
mengindikasikan beratnya hipoksemia.
Ø
Auskultasi
bunyi napas, catat area penurunan aliran udara dan atau bunyi tambahan.
R/ bunyi napas mungkin redup karena penurunan aliran udara. Adanya mengik
mengindikasikan spasme bronkus atau tertahannya secret.
Ø Awasi tingkat kesadaran atau status mental dan Selidiki adanya perubahan.
R/ Dapat menunjukkan peningkatan
hipoksia atau komplikasi.
Ø Pasang spatel
R/
b) Breathing
(pernapasan)
Merasa kekurangan oksigen dan napas
tersengal – sengal , sianosis.
Diagnosa
keperawatan ; Pola napas tidak
efektif b/d adanya depresan pusat pernapasan.
Tujuan :Pola nafas efektif setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam
Kriteria hasil:
• RR 16-24 x permenit
• Ekspansi dada normal
• Sesak nafas hilang / berkurang
• Tidak suara nafas abnormal
intervensi :
Kriteria hasil:
• RR 16-24 x permenit
• Ekspansi dada normal
• Sesak nafas hilang / berkurang
• Tidak suara nafas abnormal
intervensi :
Ø Kaji
frekuensi, irama, kedalaman pernapasan.
R/ frekuensi dan kedalaman
pernapasan menunjukan usaha pasien mendapatkan oksigen.
Ø Auskultasi
bunyi napas.
R/
Bunyi napas mungkinterjadi redup karena penurunan aliran udara.
Ø Pantau
penurunan bunyi napas
R/ penurunan bunyi napas
mengindikasikan
Ø Pertahankan
posisi semi fowler.
R/
untuk mengurangi sesak yang dialami klien.
Ø Catat
kemajuan yang ada pada klien tentang pernapasan
R/ mengindikasikan adanya kemajuan dalam pengobatan.
Ø Berikan
oksigen sesuai advis Dokter
R/ Memaksimalkan sediaan O2.
c) Circulation
(sirkulasi)
Kebas , kesemutan dibagian
ekstremitas, keringat dingin, hipotermi, nadi lemah, tekanan darah menurun.
Diagnosa ; Gangguan perfusi jaringan b/d hipoksia
jaringan. Ditandai dengan peningkatan TIK, nekrosis jaringan, pembengkakan
jaringan otak, depresi SSP dan oedema.
Tujuan : gangguan perfusi jaringan
berkurang/hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam.
Kriteria hasil :
• tidak ada tanda – tanda peningkatan TIK
• Tanda – tanda vital dalam batas normal
• Tidak adanya penurunan kesadaran
Kriteria hasil :
• tidak ada tanda – tanda peningkatan TIK
• Tanda – tanda vital dalam batas normal
• Tidak adanya penurunan kesadaran
Intervensi :
Ø Catat
status neurologi secara teratur, bandingkan dengan nilai standart.
R/
Mengkaji adanya kecenderungan
pada tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam
menentukan lokasi, dan perkembangan kerusakan SSP.
Ø
Catat ada atau
tidaknya refleks-refleks tertentu seperti refleks menelan, batuk dan Babinski.
R/
Penurunan refleks menandakan adanya kerusakan pada tingkat otak tengah
atau batang otak dan sangat berpengaruh langsung terhadap keamanan pasien.
Kehilangan refleks berkedip mengisyaratkan adanya kerusakan pada daerah pons
dan medulla. Tidak adanya refleks batuk meninjukkan adanya kerusakan pada
medulla. Refleks Babinski positif mengindikasikan adanya trauma sepanjang jalur
pyramidal pada otak.
Ø Pantau
tekanan darah
R/ tekanan darah yang menurun
mengindikasikan terjadinya penurunan aliran darah ke seluruh tubuh.
Ø Perhatikan
adanya gelisah meningkat, tingkah laku yang tidak sesuai.
R/ adanya gelisah menandakan bahwa
terjadi penurunan aliran darah ke hipoksemia.
Ø Tinggikan kepala tempat tidur sekitar 15-45 derajat sesuai toleransi atau
indikasi. Jaga kepala pasien tetap berada pada posis netral.
R/
Peningkatan aliran vena dari kepala akan menurunkan TIK.
Ø Berikan
oksigen sesuai indikasi
R/ Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat meningkatkan vasodilatasi dan volume darah serebral yang meningkatkan TIK.
R/ Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat meningkatkan vasodilatasi dan volume darah serebral yang meningkatkan TIK.
d) Disability
(kesadaran)
Terjadi penurunan kesadaran, karena
kekurangan suplai nutrisi ke otak.
Diagnose
; Resiko tinggi injuri b/d penurunan kesadaran.
Tujuan
: mencegah terjadinya resiko injury sehubungan dengan penurunan kesadaran.
Kriteria
hasil : Pasien tidak mengalami injury.
Intervensi
:
Ø Berikan
posisi dengan kepala lebih tinggi.
R/
Memonilisasi rangsangan yang dapat menurunkan TIK
Ø Kaji
tanda-tanda penurunan kesadaran.
R/
Menentukan tindakan keperawatan selanjutnya
Ø Observasi
TTV
R/
Mengetahui keadaan pasien
Ø Atur
posisi pasien untuk menghindari kerusakan karena tekanan.
R/
Perubahan posisi secara teratur
menyebabkan penyebaran terhadap BB dan meningkatkan sirkulasi pada seluruh bagian tubuh
Ø Beri
bantuan untuk melakukan
latihan gerak.
R/
melakukan mobilisasi fisik dan mempertahankan kekuatan sendi
e) Exposure.
Pada
exposure kita melakukan pengkajian secara menyeluruh. Karena hipoglikemi adalah
komplikasi dari penyakit DM kemungkinan
kita menemukan adanya luka/infeksi pada bagian tubuh klien / pasien.